Apakah kalian termasuk orang yang sulit mengendalikan emosi? Atau kalian merupakan orang yang ngamukan? Ini adalah salah satu surat dari pembaca yang sedang mengendalikan sisa-sisa temperamen di sepanjang hidupnya.
Background
Sudah lama sekali Suranggi tidak mendapatkan pekerjaan. Sudah beribu lamaran dikirim tapi tidak mendapatkan respon. Ketika lelah dan beristirahat menyebarkan data diri ke beribu perusahaan yang tak mengindahkannya, alam pun juga beristirahat untuknya. Tidak ada undangan interview atau kelanjutan interview sebelumnya yang datang. Entah kutukan dari dosa apa yang membuat Suranggi menjadi seperti ini.
Suranggi merasa dirinya tidak berguna. Dan merasa dirinya hanyalah seperti sampah masyarakat yang hanya bisa menonton kesuksesan orang lain dari jauh. Tak perlu muluk-muluk menginginkan kesuksesan, mendapatkan gaji yang mengisi ATMnya setiap bulan saja sudah hal yang membahagiakan bagi Suranggi. Karena penduduk bernilai rupiah di ATM Suranggi tinggal goban saja.
Suranggi tetaplah bersyukur. Karena dari goban itu masih bisa dipakai sekitar noban. 12000 bisa untuk KRL jika ada interview. Tapi itu kalau di stasiun bisa isi pake internet banking atau online payment ya (ah masa ga bisa sih?). Sisanya bisa untuk bensin, tapi 8000 gimana cairinnya ya? Isi bensin pake Gopay bisa ngga ya? LOL.
Untuk makan tidak perlu ditanya. Suranggi paling pandai mengirit, hingga tidak ada gizi pasti yang masuk ke badannya. Yang penting murah dan ada sisa untuk hidup ke depannya, sudah cukup.
Pusing? Pusing. Tapi mungkin banyak yang lebih pusing dari Suranggi. Suranggi beruntung sudah melewati masa-masa membayar hutang, karena ketika bercerita ini bukanlah tanggal baru. Menangis? Tak perlu ditanya. Sudah menangis sampai lupa sendiri alasan menangis itu untuk apa. Karena keluhan batin itu jika dituruti hanya akan membuang-buang waktu dan energi Suranggi.
Berkenalan dengan Orang Baru
Tiba-tiba ada orang yang menghubunginya. Apakah HRD? Bukan. Seseorang, dari aplikasi pencari teman selokasi. Padahal Suranggi merasa sudah sekian lama tidak menggunakannya, tapi aplikasi itu masih terinstall di ponselnya. Kalau begitu mungkin dari seorang teman lama yang baru aktif kembali.
Tak disangka obrolan asikpun berjalan, hingga bertukar nomer pribadi. Dari hari Senin hingga menjelang Jumat, hanya absen sehari tidak bertegur sapa melalui telepon. Dan ketika di telpon tidak pernah hanya telpon sebentar, kecuali ada keperluan yang sangat mendadak, contoh seperti ketika ada tamu di rumah Suranggi. Jika tidak ada keperluan mendadak maka telpon itu bablas sampai berjam-jam.
Apa ada arah ke romance? Oh tidak, tidak. Hanya sebatas teman biasa yang sama-sama sharing tentang pengalaman kehidupan.
Jumat pagi, si teman menawarkan Suranggi untuk datang ke rumahnya dan berteman dengan teman-temannya. Penawaran ini terjadi melalui telepon.
Sebenarnya bukan kali itu saja si teman menawarkan untuk mengadakan pertemuan. Tapi Suranggi masih belum siap. Pikirannya masih terlalu berat memikirkan cara bertahan dari hari ke hari, yang tanpa orang ketahui uang di ATMnya sering benar-benar sudah tidak bisa diambil karena tersisa nobango lebih seribu sampai 2ribuan rupiah.
Sebenarnya orang-orang memang tidak perlu tau isi ATM Suranggi. Dan orang-orang juga tidak perlu tau kalau jika Suranggi keluar dari rumah membutuhkan dana jaga-jaga untuk bensin, atau mungkin isi anginnya juga, kemudian kalau dalam pertemuan itu perlu jajan bagaimana? Mungkin kemungkinan-kemungkinan itu bisa saja tidak kejadian karena kondisi motor Suranggi masih bisa dibuat bolak-balik tanpa minta 'jatah makan'.
Tetapi, karena malas memikirkan segala tetek bengek itu, Surangi menolak pertemuan dengan si teman barunya. Karena itu juga sudah yang kebeberapa kalinya Suranggi menolak, Suranggi agak membentak tapi sebenarnya sambil menahan tangis ketika di telpon. Suranggi tidak bisa berpikir jernih, Suranggi takut akan melukai teman-teman si teman baru, termasuk si teman baru kalau mereka ketemuan dan terlibat suatu perdebatan.
Dan tanpa Suranggi sadari, percakapan itu sudah melukai si teman baru. Terbukti setelah itu si teman tidak lagi menghubungi Suranggi seperti sebelumnya. Juga ketika dihubungi melalui teks hanya membalas seperlunya. Jika tidak ada kepentingan lainnya tentu tidak membuat percakapan lainnya. Dan juga tentu saja, malam-malam berikutnya tidak ada acara telpon-menelpon lagi.
Suranggi ingin meminta maaf. Tetapi Suranggi ingin bersikap biasa saja. Karena sebelumnya si teman pernah mengatainya overthinking. Jadi daripada tanya kenapa si teman seperti agak berubah atau meminta maaf, Suranggi memutuskan untuk diam-diam menjauh juga.
Kesepian
Kenapa Suranggi merasa kesepian? Kenapa sempat-sempatnya merasa seperti itu? Harusnya ia fokus mengasah skill atau menambah portofolionya daripada memikirkan si teman barunya.
Tapi Suranggi hanya manusia biasa. Yang dari tidak punya teman sama sekali, kemudian punya teman yang menemaninya hingga tertidur walaupun hanya lewat sambungan telepon. Selama beberapa hari konstan seperti itu, dan akhirnya sendirian lagi.
Suranggi merasa kosong kembali. Kenapa Suranggi begitu cepat merasa kesepian seperti ini? Padahal harusnya ia tidak perlu merasakannya. Tapi walaupun disibukan dengan aktivitas, tetap saja rasa kesepian itu seperti bergaung keras.
Suranggi membuka kembali aplikasi pencari temannya. Dia terus mencari hingga banyak teman dia jaring. Tapi memang tidak ada yang seperti si 'teman penelpon'.
Karena kesal dan frustasi sendiri dengan hidupnya, dari masalah finansial dan ditambah soal teman, akhirnya ia memproteksi aplikasi perpesanan miliknya. Jadi orang lain yang mengirimi pesan kepadanya bisa tidak terkirim, atau bisa saja terkirim tapi tidak terlihat dari pengirim jika pesan sudah terkirim.
Sebenarnya ini bukan salah si teman baru. Ini hanya salah Suranggi. Kenapa juga Suranggi memasukkan orang baru ke dalam hidupnya? Walaupun Suranggi tidak 100% berharap pada si teman baru ini, tetap saja. Suranggi menemukan kenyamanan baru, menemukan cara lain untuk berkeluh kesah dan bersyukur karena telah diperdengarkan pengalaman yang lebih hancur dari kisah hidup Suranggi.
Salah Suranggi adalah membiarkan orang masuk ke kehidupannya di keadaannya yang masih pusing memikirkan nasibnya sendiri.
Jika saja keadaan Suranggi sudah mendapatkan identitas (karena sebelumnya sering dibilang pengangguran oleh orang-orang), tentulah ia tidak akan menolak diajak pergi. Siapa juga manusia normal yang mau terus-terusan di rumah? Apalagi si teman juga aktif naik ke gunung.
Suranggi betul-betul tidak bermaksud untuk membentak apalagi membenci niat baik temannya untuk mengajak masak-masak bersama dengan teman-teman si teman. Tapi Suranggi mengerti, tidak ada orang yang akan mengkasihani hanya karena mempunyai masalah. Karena semua orang pasti punya masalah masing-masing.
Si Teman Baru Ikut Menjauh
Karena sadar pesannya tak kunjung terkirim tapi melihat Suranggi update status, si teman bertanya kenapa mengirim pesan ke Suranggi tidak terkirim.
Suranggi pun menjawab seadanya.
Dan kemudian si teman tidak menjawab lagi.
Selamat tinggal teman. Semoga engkau menemukan teman ketemuan yang tepat dan tidak problematik seperti Suranggi.